Sabtu, 20 Desember 2014

Bagaimana Hukumnya Memberikan Salam Kepada Kafir

::: WAJIB KITA KETAHUI :::

1. Hukum Mengucapkan Salam Kepada Non Muslim

Dari Abu Hurairah R.A. , Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَبْدَءُوا الْيَهُود وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ ، وَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدهمْ فِي طَرِيق فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقه

“Janganlah kalian awali megucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” (HR. al- Muslim dari Abu Hurairah)

Mengenai hadits ini Imam Nawawi berkata, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai mengucapkan salam pada orang kafir dinilai haram.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).

Mengenai hadits ini yang dimaksud dengan salam adalah ucapan salam islam yang mendoakan keselamatan, keberkahan akhirat seperti Assalaamu’alaikum, Hayyakallah, Barakallahu fiik, dll yang bermakna doa sedangkan mengucapkan salam seperti selamat pagi, selamat siang, dll yang tidak bermakna doa itu tidak apa apa.

Dari Usamah bin Zaid -radhiallahu ‘anhu- dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكِبَ حِمَارًا عَلَيْهِ إِكَافٌ تَحْتَهُ قَطِيفَةٌ فَدَكِيَّةٌ, وَأَرْدَفَ وَرَاءَهُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ -وَهُوَ يَعُودُ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ- وَذَلِكَ قَبْلَ وَقْعَةِ بَدْرٍ. حَتَّى مَرَّ فِي مَجْلِسٍ فِيهِ أَخْلَاطٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُشْرِكِينَ عَبَدَةِ الْأَوْثَانِ وَالْيَهُودِ, وَفِيهِمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ ابْنُ سَلُولَ وَفِي الْمَجْلِسِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ. فَلَمَّا غَشِيَتْ الْمَجْلِسَ عَجَاجَةُ الدَّابَّةِ, خَمَّرَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ أَنْفَهُ بِرِدَائِهِ ثُمَّ قَالَ: لَا تُغَبِّرُوا عَلَيْنَا. فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ وَقَفَ فَنَزَلَ فَدَعَاهُمْ إِلَى اللَّهِ وَقَرَأَ عَلَيْهِمْ الْقُرْآنَ

“Bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- mengendarai keledai yang di atasnya ada pelana bersulam beludru Fadaki, sementara Usamah bin Zaid membonceng di belakang beliau ketika hendak menjenguk Sa’ad bin ‘Ubadah di Bani Al Harits Al Khazraj, dan peristiwa ini terjadi sebelum perang Badar. Beliau kemudian berjalan melewati suatu majelis yang di dalam majelis tersebut bercampur antara kaum muslimin, orang-orang musyrik, para penyembah patung, dan orang-orang Yahudi. Dan di dalam majelis tersebut terdapat pula Abdullah bin Ubay bin Salul dan Abdullah bin Rawahah. Saat majlis itu dipenuhi kepulan debu hewan kendaraan, ‘Abdullah bin Ubay menutupi hidungnya dengan selendang sambil berkata, “Jangan mengepuli kami dengan debu.” Kemudian Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- mengucapkan salam pada mereka lalu berhenti dan turun, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak mereka menuju Allah sambil membacakan Al-Qur’an kepada mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 6254 dan Muslim no. 1798)

Di dalam hadits ini dijelaskan bahwa mengucapkan salam kepada suatu majlis yang terdiri dari orang muslim dan non muslim itu tidak apa apa sedangkan yang tidak boleh adalah mengucapkan salam kepada orang non muslim

2. Hukum Menjawab Salam Non Muslim

Kebanyakan ulama berpendapat wajib menjawab salam non muslim (salam yang benar bukan salam yang disimpangkan) tapi bukan dengan ucapan salam yang mendoakan keselamatan, keberkahan, dll yang mengandung doa melainkan dengan hanya menjawab wa’alaikum

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ

“Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan wa’alaikum.” (HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163)

Dalam hadits ini sudah jelas jika menjawab salam orang non muslim kita jawab saja dengan ucapan wa’alaikum

مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسل فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  « وَعَلَيْكَ » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ « لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »

“Ada seorang Yahudi melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’ (celaka engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’ (engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6926)

Berhati hatilah kalian jika mendengar seorang non muslim mengucapkan salam kepada kalian karena mungkin itu adalah salam yang disimpangkan maka jika itu adalah salam yang disimpangkan jawablah sama seperti menjawab salam yang benar yaitu jawab dengan wa’alaikum hanya saja menjawab salam yang disimpangkan menurut para ulama tidak wajib. Tapi pada saat itu kondisi peperangan maka banyak yang menyimpangkan salam tapi menurut saya kalo jaman sekarang sepertinya sudah sedikit yg seperti itu.

Semoga Bermanfaat...

Teuku Alkhalidy

Rabu, 17 Desember 2014

HUKUM MENYEMBELIH HEWAN TANPA BISMILLAH

Fiqh, Hukum Menyembelih Hewan

SOAL!

Menyembelih Tanpa Bismillah, Halalkah?

Assalmualakum Wr. Wb,

Saya punya pertanyaan yang butuh jawaban tuntas dari orang seperti pak Ustadz, yang saya anggap lebih banyak mengerti hukum syariah.

Bagaimana cara kita meyakini bahwa daging yang dijual orang benar-benar disembelih dengan membaca bismillah. Kalau ternyata tidak baca bismillah, apakah kita telah makan makanan yang haram?

Adakah pendapat yang membolehkan kita menyembelih tanpa baca basmalah? Dan apa dalilnya?

Sebelumnya saya ucapakan banyak terima kasih, semoga pak Ustadz selalu dalam lindungan Allah SWT.

Wassalamualikum Wr. Wb

JAWABAN!

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang sudah menjadi semacam pendapat umum di tengah umat Islam, baik di negeri kita maupun di mancanegara bahwa basmalah itu menjadi syarat sah penyembelihan. Walaupun sebenarnya kalau kita mau telusuri lebih dalam, ternyata pendapat ini bukan merupakan ijma' ulama.

Artinya, masalah keharusan membaca lafadz basmalah ini ternyata masalah khilafiyah, dimana sebagian ulama mengharuskannya, namun sebagian lainnya tidak mewajibkannya.

Dalam hal ini yang mewajibkan adalah jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah. Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah hanya mensunnahkan saja dan tidak sampai mewajibkan.

A. Jumhur ulama : Wajib

Jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah menetapkan bahwa membaca basmalah merupakan syarat sah penyembelihan.

Membaca lafadz basmalah (بسم الله) merupakan hal yang umumnya dijadikan syarat sahnya penyembelihan oleh jumhur ulama itu. Dalilnya adalah firman Allah:

وَلاَ تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)

Begitu juga hal ini berdasarkan hadis Rafi’ bin Khudaij bahwa Nabi SAW bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ

Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan. (HR. Bukhari)

Sehingga hewan yang pada saat penyembelihan tidak diucapkan nama Allah atau diucapkan basmalah, baik karena lupa atau karena sengaja, hukumnya tidak sah menurut jumhur ulama.

B. Mazhab As-Syafi'iyah : Sunnah

Namun lain lagi dengan pendapat mazhab Asy Syafi’iyah. Mazhab ini dan juga salah satu pendapat dari mazhab Al-Hanabilah menyatakan bahwa hukum membaca basmalah (tasmiyah) adalah sunah yang bersifat anjuran dan bukan syarat sah penyembelihan.

Sehingga sembelihan yang tidak didahului dengan pembacaan basmalah hukumnya tetap sah dan bukan termasuk bangkai yang haram dimakan. Meninggalkan basmalah baik disengaja atau tidak sengaja, tidak berpengaruh pada hasil sembelihan. Keduanya tetap menghasilkan sembelihan yang halal, syar'i dan boleh dimakan.

Mungkin buat kebanyakan kita, pendapat seperti agak aneh di telinga. Sebab yang umumnya kita tahu, basmalah itu mutlak diharuskan ketika menyembelih. Bahkan umumnya  para penceramah yang kita dengar di berbagai forum pengajian selalu mengingatkan kita untuk tidak makan sembelihan yang tidak dibacakan basmalah sebelumnya. Seolah-olah kewajiban membaca basmalah ini sudah menjadi ijma' yang bulat.

Ternyata justu mazhab As-Syafi'iyah sebagai mazhab mayoritas bangsa Indonesia malah mengatakan sebaliknya. Ternyata kita dibolehkan makan daging sembelihan yang tidak dibacakan basmalah. Yang penting penyembelihnya beragama Islam, atau sekurang-kurangnya termasuk ahli kitab.

Lalu timbul pertanyaan berikutnya, yaitu apa dalil dari kebolehan memakan daging yang disembelih tanpa basmalah? Adakah ayat atau hadits yang menjelaskan kebolehannya?

Tentu saja para ulama mazhab Asy-syafi'iyah punya banyak sekali dalil-dalil yang menyatakan kebolehan sembelihan tanpa basmalah. Setidaknya ada tiga alasan mengapa mazhab ini tidak mensyaratkan basmalah sebagai keharusan dalam penyembelihan.

1. Pertama

Para ulama mazhab Asy-syafi'iyah berdalil dengan hadis shahih riwayat Ummul-Mukminin ‘Aisyah radhiyallahuanha :

أَنَّ قَوْمًا قَالُوا لِلنَّبِىِّ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَا بِاللَّحْمِ لاَ نَدْرِى أَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لاَ فَقَالَ : سَمُّوا عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوهُ . قَالَتْ وَكَانُوا حَدِيثِى عَهْدٍ بِالْكُفْرِ .

Ada satu kaum berkata kepada Nabi SAW, “Ada sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi SAW mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk Islam.(HR. Bukhari)

Hadits ini tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak terlalu peduli apakah hewan itu disembelih dengan membaca basmalah atau tidak oleh penyembelihnya. Bahkan jelas sekali beliau memerintahkan untuk memakannya saja, dan sambil membaca basamalah.

Seandainya bacaan basmalah itu syarat sahnya penyembelihan, maka seharusnya kalau tidak yakin waktu disembelih dibacakan basmalah apa tidak, Rasulullah SAW melarang para shahabat memakannya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, beliau SAW malah memerintahkan untuk memakan saja.

2. Kedua

Mazhab ini beralasan bahwa dalil ayat Quran yang melarang memakan hewan yang tidak disebut nama Allah di atas (ولا تأكلوا مما لم يذكر اسم الله عليه), mereka tafsirkan bahwa yang dimaksud adalah hewan yang niat penyembelihannya ditujukan untuk dipersembahkan kepada selain Allah.

Maksud kata "disebut nama selain Allah" adalah diniatkan buat sesaji kepada berhala, dan bukan bermakna "tidak membaca basmalah".

3. Ketiga

Halalnya sembelihan ahli kitab yang disebutkan dengan tegas di dalam surat Al-Maidah ayat 5.

وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ

Dan sembelihan ahli kitab hukumnya halal bagimu. (QS. Al-Maidah : 5)

Padahal para ahli kitab itu belum tentu membaca basmalah, atau malah sama sekali tidak ada yang membacanya. Namun Al-Quran sendiri yang menegaskan kehalalannya.

Sumber Rujukan : Kitab Mazhab Asy-Syafi'iyah

Anda mungkin akan balik lagi bertanya, apa benar mazhab Asy-syafi'iyah punya pendapat seperti itu? Dari mana sumber rujukannya? Atau jangan-jangan ini cuma mengada-ada saja.

Jawabnya tentu pasti ada rujukannya. Sebab ketika kita menyebutkan bahwa seseorang atau suatu mazhab tertentu berpendapat dengan pendapat tertentu, kita wajib merujuk ke sumber-sumber literaturnya. Agar jangan sampai disebut sebagai pemalsu atau mudallis.

Salah satu kitab rujukan dalam mazhab Asy-Syafi'i dan banyak digunakan oleh para ulamanya adalah kitab Nihayatul Muhtaj Ila Syarhil Minhaj karya Muhammad bin Abi Al-Abbas Ahmad bin Hamzah bin Syihabuddin Ar-Ramli. Beliau lebih sering disebut sebagai Al-Imam Ar-Ramli saja. Beliau termasuk ulama yang lumayan banyak dijadikan rujukan dalam mazhab Asy-Syafi'iyah.

Silahkan buka kitab beliau yang satu ini, khususnya pada  jilid 8 halaman 112. Disana disebutkan masalah ketidak-harusan basmalah ketika kita menyembelih hewan. Perhatikan redaksi yang digunakan oleh penulis kitabnya, Ar-Ramli sebagai berikut  :

فَلَوْ تَرَكَهَا وَلَوْ عَمْدًا حَلَّ لأَنَّ اللَّهَ أَبَاحَ ذَبَائِحَ أَهْلِ الْكِتَابِ بِقَوْلِهِ { وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ } وَهُمْ لا يَذْكُرُونَهَا

Seandainya (basmalah) itu ditinggalkan, baik secara sengaja, hukumnya halal. Karena Allah SWT telah menghalalkan sembelihan ahli kitab dengan firmannya (Dan sembelihan ahli kitab halal untukmu). Padahal mereka tidak membaca basmalah.

وَأَمَّا قوله تعالى { وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرْ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ } فَالْمُرَادُ مَا ذُكِرَ عَلَيْهِ غَيْرُ اسْمِ اللَّهِ : يَعْنِي مَا ذُبِحَ لِلأَصْنَامِ بِدَلِيلِ قوله تعالى { وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ }

Sedangkan firman Allah (Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah), maksudnya adalah hewan yang ketika disembelih dibaca nama selain Allah, yaitu dipersembahkan untuk berhala sebagaimana dalilnya (Dan yang disembelih untuk selain Allah).

وَسِيَاقُ الآيَةِ دَلَّ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ قَالَ { وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ } وَالْحَالَةُ الَّتِي يَكُونُ فِيهَا فِسْقًا هِيَ الإِهْلالُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى { أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ } وَالإِجْمَاعُ قَامَ عَلَى أَنَّ مَنْ أَكَلَ ذَبِيحَةَ مُسْلِمٍ لَمْ يُسَمِّ عَلَيْهَا لَيْسَ بِفِسْقٍ

Dan dari sisi retorika bahasa memang menunjukkan hal itu.  Sebab firman Allah menyebutkan (karena hal itu fasik). Dan keadaan yang bisa membuat orang menjadi fasik adalah menyembelih untuk berhala selain Allah. Dan secara ijma' telah disepakati bahwa orang yang memakan sembelihan seorang muslim tidak akan disebut fasik.

Namun demikian, mazhab Asy-Syafi'iyah tetap memakruhkan orang yang menyembelih hewan bila secara sengaja tidak membaca lafadz basmalah. Tetapi walau pun sengaja tidak dibacakan basmalah, tetap saja dalam pandangan mazhab ini sembelihan itu tetap sah.

Itulah ketentuan sah atau tidak sahnya sebuah penyembelihan yang sesuai dengan syariah. Ketentuan lain merupakan adab atau etika yang hanya bersifat anjuran dan tidak memengaruhi kehalalan dan keharaman hewan itu.

Mana Pendapat Yang Benar?

Pertanyaan seperti ini menjadi ciri khas para penanya. Setelah diterangkan sekian banyak perbedaan pendapat para ulama beserta dalil-dalilnya, maka pertanyaan pamungkasnya adalah : mana yang paling benar, mana yang paling kuat dan mana yang paling rajih.

Dan jawabannya sebagaimana umumnya jawaban-jawaban lainnya, bahwa kami tidak berada pada posisi sebagai 'tukang menyalahkan' atau 'tukang membenarkan' pendapat para ulama. Sebab kedudukan mereka sangat tinggi, jauh di atas kemampuan kita sebagai orang awam.

Apalah hak kita yang awam dan sama sekali tidak mengerti ilmu istimbath hukum, kok bisa merasa 'sok pintar' dan 'sok jago' dibandingkan para ulama itu. Seorang Ibnu Rusydi yang derajatnya keilmuannya sangat tinggi sekalipun 'tidak berani' membuat tarjih dengan menyalahkan suatu pendapat atau membenarkan pendapat lain. Semua itu bukan karena beliau tidak berilmu, melainkan karena beliau adalah seorang alim dan mujtahid yang amat sangat berakhlak mulia dan menjunjung tinggi para ualma.

Kalau seorang Ibnu Rusyd yang sangat kawakan saja masih punya sopan santun untuk tidak mentarjih, maka apatah lagi kami sebagai orang awam, tentu saja jadi sangat kurang-ajar kalau berani menyalahkan suatu pendapat yang keluar dari mulut para ulama.

Jadi jawabannya, kami tidak akan menyalahkan salah satunya. Semua hasil ijtihad para fuqaha itu benar, karena sudah melewati proses ijtihad yang panjang yang dilakukan oleh para ekspert di bidangnya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Teuku Al Khalidy

Selasa, 16 Desember 2014

HUKUM MENIKAH WANITA HAMIL (Karena Zina)

Hukum Menikahi Wanita Hamil Akibat Zina

A. Pendahuluan.

Pergaulan di kalangan remaja dan anak muda sekarang sudah sangat mengkhawatirkan. Tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam pergaulan bebas yang diakibatkan salah satunya penyalah gunaan penggunaan fasilitas teknologi seperti internet. Sehingga tidak heran jika banyak remaja yang masih usia sekolah datang ke Pengadilan Agama untuk mengajukan dispensasi kawin karena harus secepatnya menikah demi status anak yang ada dalam kandungan hasil dari perbuatan zina.

B. Permasalahan.

Pada dasarnya, wanita baru boleh menikah jika ia sudah tidak dalam masa Iddah (masa tunggu setelah bercerai dengan suami). Salah satu macam iddah adalah bagi wanita yang hamil ialah sampai ia melahirkan. Sebagaimana Firman Allah swt dalam surat at-Talak ayat 4:

“Dan wanita-wanita yang hamil, iddah mereka itu adalah sampai ia melahirkan kandungannya“.

Lalu bagaimana hukumnya jika hamil akibat zina? apakah ia harus menunggu melahirkan baru boleh menikah seperti iddahnya wanita yang hamil karena menikah?

C. Dalil-Dalil.

Q.S. al-Nisa’: ayat 24:

وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ

Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.

Q.S. an-Nur: 3:

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.

Q.S. An-Nur: 32:

وَأَنْكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ من عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ

Dan nikahkanlah orang-orang bujang (lelaki dan perempuan) dari kalangan kamu, dan orang-orang yang salih dari hamba-hamba kamu, lelaki dan perempuan.

D. Pembahasan.

Pendapat Ulama:

Imam Nawawi:

Apabila seorang perempuan berzina, maka tidak ada iddah baginya, baik ia dalam keadaan tidak hamil maupun hamil. Karena itu, jika ia dalam keadaan tidak hamil, maka boleh bagi penzina dan lainnya yang bukan menzinainya menikahinya dan jika ia hamil karena zina, maka makruh menikahinya sebelum melahirkan anaknya.” (Maktabah Syamilah: Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Juz. XVI, hlm. 242)

Sayyed Abdullah bin Umar dan Syaikh Muhammad al-Asykhar al-Yamany mengatakan:

Boleh nikah wanita hamil karena zina, baik oleh pezina itu sendiri maupun lainnya dan boleh disetubuhi ketika itu tetapi makruh. (Usaha Keluarga: Bughyatul Mustarsyidin, Semarang, hlm. 201)

Dalam kitab al-Bajuri disebutkan: 

Jika seorang lelaki menikahi perempuan yang sedang hamil karena zina, pastilah sah nikahnya. Boleh me-wathi-nya sebelum melahirkannya, menurut pendapat yang paling shahih.

Perempuan yang hamil karena zina termasuk dalam kategori mutlak perempuan yang dihalalkan untuk dinikahi pada ayat diatas, dan tidak dalil atau ‘ilat yang menunjukkan akan keharaman menikahinya. 

Wanita yang hamil karena zina juga tidak mempunyai masa iddah karena hamil sebab zina tidak dihormati dalam agama, hal ini semakin dikuatkan dengan ketetapan bahwa anak dalam kandungannya itu tidak dihubungkan nasabnya kepada laki-laki yang menzinainya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang dijadikan pedoman dalam praktik peradilan Agama, disebutkan dalam pasal 53:

Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya;
1. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsung tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
2. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
4. Dan masih banyak lagi pendapat ulama lainnya yang mengatakan bahwa wanita yang hamil karena zina boleh dan sah untuk dinikahi. Sehingga ketika masa hamil dan seterusnya pun halal untuk diwati’. 

Hal ini karena ayat di atas hanya khusus diperuntukkan bagi wanita hamil akibat dari adanya pernikahan yang sah secara syara’, termasuk nikah sirri dalam konteks ke-Indonesiaan, dimana masyarakat Indonesia menikahi nikah sirri jika tidak didaftarkan dan dilakukan di depan pegawai pencatat nikah namun syarat dan rukunnya terpenuhi secara syariat Islam.

Jika yang menikahi itu adalah laki-laki yang menghamilinya, maka hal itu diperbolehkan karena memang dalam surat An-Nur ayat 3 disebutkan:

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini (wanita) kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.”

Sementara itu, bagaimana hukumnya jika laki-laki yang belum pernah berzina ingin menikahi wanita yang pernah berzina? 

Imam an-Nawawi pernah dalam kitab al-Umm menyebutkan:

Laki-laki hendaknya tidak menikahi perempuan pezina dan perempuan sebaiknya tidak menikahi lelaki pezina tapi tidak haram apabila hal itu dilakukan. Begitu juga apabila seorang pria menikahi wanita yang tidak diketahui pernah berzina, kemudian diketahui setelah terjadi hubungan intim bahwa wanita itu pernah berzina sebelum menikah atau setelahnya maka wanita itu tidak haram baginya dan tidak boleh bagi suami mengambil lagi maskawinnya juga tidak boleh mem-fasakh nikahnya. 

Dan boleh bagi suami untuk merneruskan atau menceraikan wanita tersebut. Begitu juga apabila istri menemukan fakta bahwa suami pernah berzina sebelum menikah atau setelah menikah, sebelum dukhul atau setelahnya, maka tidak ada khiyar atau pilihan untuk berpisah kalau sudah jadi istri dan wanita itu tidak haram bagi suaminya. Baik perzina itu dihad atau tidak, ada saksi atau mengaku tidak haram zinanya salah satu suami istri atau zina keduanya atau maksiat lain kecuali apabila berbeda agama keduanya karena sebab syirik atau iman.

D. Kesimpulan

1. Seorang laki-laki yang pernah berzina boleh menikahi wanita yang pernah berzina pula (termasuk yang hamil akibat zina), pun sebaliknya.
2. Seorang laki-laki yang belum pernah berzina boleh menikahi wanita yang pernah berzina (termasuk yang hamil akibat zina) walaupun hukumnya makruh, pun sebaliknya.

Sejarah Awal Ahlussunnah Wal Jamaah

Sejarah Awal Mula Timbulnya Istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah

Awal mula timbulnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak diketahui secara pasti kapan dan dimana munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah mulai depopulerkan oleh para ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai bid’ah dikalangan umat Islam.

Yang jelas wabah bid’ah itu mulai berjangkit pada jamannya tabi’in dan jaman tabi’in ini yang bersuasana demikian dimulai di jaman khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya juz 1 hal. 84, Syarah Imam Nawawi bab Bayan Amal Isnad Minad Din dengan sanadnya yang shahih bahwa Muhammad bin Sirrin menyatakan,

“Dulu para shahabat tidak pernah menanyakan tentang isnad (urut-urutan sumber riwayat) ketika membawakan hadits Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ketika terjadi fitnah yakni bid’ah mereka menanyakan, ‘sebutkan para periwayat yang menyampaikan kepadamu hadits tersebut.’ Dengan cara demikian mereka dapat memeriksa masing-masing para periwayat tersebut, apakah mereka itu dari ahlus sunnah atau ahlul bid’ah. Bila dari ahlus sunnah diambil dan bila ahlul bid’ah ditolak.”

Riwayat yang sama juga dibawakan oleh Khalid Al-Baghdadi dengan sanadnya dalam kitab beliau. Riwayat ini memberitahukan kepada kita bahwa pada jaman Muhammad bin Sirrin sudah ada istilah ahlus sunnah dan ahlul bid’ah. Muhammad bin Sirrin lahir pada tahun 33 H dan meninggal pada tahun 110 H. Kemudian istilah ini juga muncul pada jaman Imam Ahmad bin Hambal (lahir 164 dan meninggal 241 H) khususnya ketika terjadi fitnah pemahaman sesat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, bertentangan dengan ahlus sunnah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu Kalamullah.

Fitnah terjadi di jaman pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun Al-Abbasi. Imam Ahmad pada masa fitnah ini adalah termasuk tokoh yang paling berat mendapat sasaran permusuhan dan kekejaman para tokoh ahlul bid’ah melalui khalifah tersebut.

Mulai saat itulah istilah ahlus sunnah wal jama’ah menjadi sangat populer hingga kini. Jadi, istilah ahlus sunnah timbul dan menjadi populer ketika mulai serunya pergulatan antara as-salaf dan al-khalaf, akibat adanya infiltrasi berbagai filsafat asing ke dalam masyarakat Islam.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah kemudian menjadi simbol sikap istiqamahnya (tegarnya) para ulama ahlul hadits dalam berpegang dengan as-salafiyah ketika para tokoh ahlul bid’ah meninggalkannya dan ketika berbagai pemahaman dan amalan bid’ah mendominasi masyarakat Islam.

Dalil-Dalil Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Mengapa ahlus sunnah demikian bersikeras merujuk pada pemahaman para sahabat Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam seperti Ijma' dan Qiash mereka dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits?

Ini adalah pertanyaan yang tentunya membutuhkan dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk menjawabnya. Ahlus Sunnah merujuk kepada para sahabat dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits dikarenakan Allah dan Rasul-Nya banyak sekali memberitahukan kemuliaan mereka, bahkan memujinya.

Faktor ini membuat para sahabat menjadi acuan terpercaya dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai landasan utama bagi Syari’ah Islamiyah.

Dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits shahih yang menjadi pegangan ahlus sunnah dalam merujuk kepada pemahaman sangat banyak sehingga tidak mungkin semuanya dimuat dalam tulisan yang singkat ini.

Sebagian diantaranya perlu saya tulis disini sebagai gambaran singkat bagi pembaca tentang betapa kokohnya landasan pemahaman ahlus sunnah terhadap syariah ini.

1.    Para sahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah kecintaan Allah dan mereka pun sangat cinta kepada Allah:

“Sesungguhnya Allah telah ridha kepada orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Hai Muhammad) di bawah pohon (yakni Baitur Ridwan) maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan keterangan atas mereka dan memberi balasan atas mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (Al-Fath : 18)

Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah ridha kepada para  yang turut membaiat Rasulullah salallahu alaihi wa sallam di Hudhaibiyyah sebagai tanda bahwa mereka telah siap taat kepada beliau dalam memerangi kufar (kaum kafir) Quraisy dan tidak lari dari medan perang.

Diriwayatkan bahwa yang ikut ba’iah tersebut seribu empat ratus orang. Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Al Maa’idah : 54)

Ath-Thabari membawakan beberapa riwayat tentang tafsir ayat ini antara lain yang beliau nukilkan dari beberapa riwayat dengan jalannya masin-masing, bahwa Al-Hasan Al-Basri, Adh-Dhahadh, Qatadah, Ibnu Juraij, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah Abu Bakar Ash-Shidiq dan segenap sahabat Nabi setelah wafatnya Rasulullah salallahu alaihi wa sallam dalam memerangi orang yang murtad.

2.    Para sahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah umat yang adil yang dibimbing oleh Rasulullah salallahu alaihi wa sallam.

“Dan demikianlah Kami jadikan kalian adalah umat yang adil agar kalian menjadi saksi atas sekalian manusia dan Rasul menjadi saksi atas kalian.”(Al-Baqarah:143)

Yang diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di ayat ini ialah para sahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam. Mereka adalah kaum mukminin generasi pertama yang terbaik yang ikut menyaksikan turunnya ayat ini dan generasi pertama yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an. Ibnu Jarir Ath-Thabari menerangkan:

“Dan aku berpandangan bahwasanya Allah Ta’ala menyebut mereka sebagai “orang yang ditengah” karena mereka bersikap tengah-tengah dalam perkara agama, sehingga mereka itu tidaklah sebagai orang-orang yang ghulu (melampaui batas) dalam beragama sebagaimana ghulunya orang-orang Nashara dalam masalah peribadatan dan pernyataan mereka tentang Isa bin Maryam alaihi salam. Dan tidak pula umat ini mengurangi kemuliaan Nabiyullah Isa alaihi salam, sebagaimana tindakan orang-orang Yahudi yang merubah ayat-ayat Allah dalam kitab-Nya dan membunuh para nabi-nabi mereka dan berdusta atas nama Allah dan mengkufurinya. Akan tetapi umat ini adalah orang-orang yang adil sehingga Allah mensikapi mereka dengan keadilan, dimana perkara yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling adil.

3.    Para sahabat adalah teladan utama setelah Nabi dalam beriman

Ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Kalau mereka itu beriman seperti imannya kalian (yaitu kaum mukminin) terhadapnya, maka sungguh mereka itu mendapatkan perunjuk dan kalau mereka berpaling mereka itu dalam perpecahan. Maka cukuplah Allah bagimu (hai Muhammad) terhadap mereka dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”(Al-Baqarah:137)

Ayat ini menegaskan bahwa imannya kaum mukminin itu adalah patokan bagi suatu kaum untuk mendapat petunjuk Allah. Kaum mukminin yang dimaksud yang paling mencocoki kebenaran sebagaimana yang dibawa oleh Nabi salallahu alaihi wa sallam tidak lain ialah para sahabat Nabi yang paling utama dan generasi sesudahnya yang mengikuti mereka.

Juga ditegaskan pula hal ini oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat:

“Muhammad itu adalah Rasulullah, dan orang-orang yang besertanya keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka. Engkau lihat mereka ruku dan sujud mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya. Terlihat pada wajah-wajah mereka bekas sujud. Demikianlah permisalan mereka di Taurat, dan demikian pula permisalan mereka di Injil. Sebagaimana tanaman yang bersemi kemudian menguat dan kemudian menjadi sangat kuat sehingga tegaklah ia diatas pokoknya, yang mengagumkan orang yang menanamnya, agar Allah membikin orang-orang kafir marah pada mereka. Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari kalangan mereka itu ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Fath 29)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam merujuk kepada para sahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tentunya dalil-dalil dari Al-Qur’an tersebut berdampingan pula dengan puluhan bahkan ratusan hadits shahih yang menerangkan keutamaan sahabat secara keseluruhan ataupun secara individu.

4.    Dari hadits-hadits berikut dapat disimpulkan bahwa :

a.    Kebaikan para sahabat tidak mungkin disamai
“Jangan kalian mencerca para sahabatku, seandainya salah seorang dari kalian berinfaq sebesar gunung Uhud, tidaklah ia mencapai ganjarannya satu mud (ukuran gandum sebanyak dua telapak tangan dirapatkan satu dengan lainnya) makanan yang dishodaqahkan oleh salah seorang dari mereka dan bahkan tidak pula mencapai setengah mudnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Para sahabat adalah sebaik-baik generasi dan melahirkan sebaik-baik generasi penerus pula

“Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu bahwa Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda,

‘Sebaik-baik umatku adalah yang semasa denganku kemudian generasi sesudahnya (yakni tabi’in), kemudian generasi yang sesudahnya lagi (yakni tabi’it tabi’in).

Imran mengatakan: ‘Aku tidak tahu apakah Rasulullah menyebutkan sesudah masa beliau itu dua generasi atau tiga.’ Kemudian Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda,

‘Kemudian sesungguhnya setelah kalian akan datang suatu kaum yang memberi persaksian padahal ia tidak diminta persaksiannya, dan ia suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, dan mereka suka bernadzar dan tidak memenuhi nadzarnya, dan mereka berbadan gemuk yakni gambaran orang-orang yang serakah kepadanya’.” (HR Bukhari)

c. Para sahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang pilihan yang diciptakan Allah untuk mendampingi Nabi-Nya :

Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah telah memilih aku dan juga telah memilih bagiku para sahabatku, maka Ia menjadikan bagiku dari mereka itu para pembantu tugasku, dan para pembelaku, dan para menantu dan mertuaku. Maka barang siapa mencerca mereka, maka atasnyalah kutukan Allah dan para malaikat-Nya an segenap manusia. Allah tidak akan menerima di hari Kiamat para pembela mereka yang bisa memalingkan mereka dari adzab Allah.” (HR Al-Laalikai dan Hakim, Shahih)

Dan masih banyak lagi hadits-hadits sahih yang menunjukkan betapa tingginya kedudukan para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam di dalam pandangan Nabi. Maka kalau Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits telah memuliakan para sahabat dan menyuruh kita memuliakannya, sudah semestinya kalau Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjadikan pemahaman, perkataan, dan pengamalan para sahabat terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai patokan utama dalam menilai kebenaran pemahamannya. Ahlus sunnah juga sangat senang dan mantap dalam merujuk kepada para sahabat Nabi dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits.
________________________________
Rujukan Sumber :
1. Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya juz 1 hal. 84,
2. Al Quran dan Hadits
3. Kitab Al Hikmah, juz 3, 145/153.
4. Kitab Tafsir Hadist Imam Bukhari Juz 2. 322.
5. Kitab Shalihun Sholihin, Juz 1.
6. Kitab Nurul Yakin. Tafsir Abu Zahara Juz 4. 576.

Senin, 15 Desember 2014

HUKUM MELIHAT FILM PORNO MENURUT SYARIAT

Hukum Menonton Film Porno menurut Syari'at Islam

SOAL!

Assalamualaikum, guru kami yang mulia, saya mau bertanya ni. Apakah Nonton Film Porno Termasuk Dosa Besar?
Terima Kasih guru atas jawabannya, salam ukhuwah fillah guru.
Wassalamu'alaikum..wr..wb..!

Nurmalisa, Cirebon, Jawa Barat.

JAWABAN!

Wa'alaikum Salam..wr..wb..
Alhamdulillah ukhty terimakasih kembali atas ide kreatif nya, semoga ada manfaatnya bagi kita, baiklah ukhty saya akan mencoba memberikan sedikit catatan dan informasi tentang apa yang ukhty pertanyakan.

Jadi begini..!
Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan orang-orang beriman untuk menjaga pandangan dari melihat aurat atau kehormatan orang lain,

Sebagaimana firman Allah Swt :

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur : 30 – 31)

Senada dengan ayat diatas, Nabi saw juga telah melarang seseorang melihat aurat orang lain walaupun seorang laki-laki terhadap laki-laki yang lain atau seorang wanita terhadap wanita yang lain baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat.

Sebagaimana sabdanya saw :

”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki (lain) dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita (lain). Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain dan janganlah seorang wanita berada dalam satu selimut dengan wanita lain.” (HR. Al Baihaqi).

Didalam film-film porno, batas-batas aurat atau bahkan inti dari aurat seseorang diperlihatkan dan dipertontonkan kepada orang-orang yang tidak halal melihatnya, ini
merupakan perbuatan yang diharamkan baik orang yang mempertontokan maupun yang menontonnya.

Untuk itu tidak diperbolehkan bagi seseorang menyaksikan film porno walaupun dengan alasan belajar tentang cara-cara berhubungan atau menghilangkan kelemahan syahwatnya karena untuk alasan ini tidak mesti dengan menyaksikan film tersebut akan tetapi bisa dengan cara-cara lainnya yang didalamnya tidak ditampakkan aurat orang lain, seperti :
«*» buku-buku agama yang menjelaskan tentang seks,
«*» buku-buku fiqih tentang pernikahan atau
«*» mungkin buku- buku umum tentang seks yang bebas dari penampakan aurat seseorang didalamnya.

Meskipun tidak ada nash yang jelas yang secara tegas memberikan hukuman (hadd) kepada orang yang menyaksikan atau melihat aurat orang asing, atau melaknat maupun mengancamnya dengan siksa neraka yang bisa memasukkan perbuatan itu kedalam dosa besar seperti yang disebutkan Imam Nawawi bahwa diantara tanda-tanda dosa besar adalah wajib atasnya hadd, diancam dengan siksa neraka dan sejensnya sebagaimana disebutkan didalam Al Qur’an maupun Sunnah. Para pelakunya pun disifatkan dengan fasiq berdasarkan nash, dilaknat sebagaimana Allah swt melaknat orang yang merubah batas-batas tanah. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz II hal 113).

Atau yang disebutkan oleh Izzuddin bin Abdul Aziz bin Abdus Salam bahwa sebagian ulama mengatakan dosa-dosa besar adalah segala dosa yang disertai dengan ancaman atau hadd (hukuman) atau laknat. (Qawaidul Ahkam Fii Mashalihil Anam juz I hal 32)

Akan tetapi apabila perbuatan itu dilakukan tanpa ada perasaan takut kepada Allah swt, penyesalan atau bahkan menyepelekannya sehingga menjadi sesuatu yang sering dilakukannya maka perbuatan itu bisa digolongkan kedalam dosa besar.

Sebagaimana pendapat dari Abu Hamid al Ghazali didalam “Al Basiith” bahwa batasan menyeluruh dalam hal dosa besar adalah segala kemaksiatan yang dilakukan seseorang tanpa ada perasaan takut dan penyesalan, seperti orang yang menyepelekan suatu dosa sehingga menjadi kebiasaan. Setiap penyepelean dan peremehan suatu dosa maka ia termasuk kedalam dosa besar. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz II hal 113)

Menonton Film Porno Termasuk Perzinahan

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh berkata dari Nabi saw :

”Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah penglihatan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhori)

Ibnu Hajar menyebutkan pendapat Ibnu Bathol yaitu, ”Pandangan dan pembicaraan dinamakan dengan zina dikarenakan kedua hal tersebut menuntun seseorang untuk melakukan perzinahan yang sebenarnya. Karena itu kata selanjutnya adalah “serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (Fathul Bari juz XI hal 28)

Film Porno Bukan Konsumsi Suami Isteri

Tipikal manusia memang pintar berkelit dengan berbagai justifikasi untuk menghalalkan sesuatu yang diharamkan atas nama pembelajaran, atas alasan menambah pengetahuan, dan sebagainya. Seperti pertanyaan seorang isteri di salah satu negara Arab kepada Syeikh Abdurrahman As-Suhaim dalam sebuah majlis fatwa.

Ia bertanya: saya seorang isteri, bolehkah saya menonton film porno agar saya bisa melayani suami saya lebih baik lagi. Atau, kalau pun tidak boleh, apakah hanya untuk sekadar pengetahuan, nonton film porno tidak boleh?

Syeikh As-Suhaim menjawab: Anda tidak boleh melihat film porno, apapun alasan yang Anda kemukakan. Siapapun yang melihat film itu, ia berdosa, karena telah melihat sesuatu yang Allah haramkan.

Kalau orang yang belum menikah menonton film porno, tentu yang akan ditakutkan adalah dampaknya. Tetapi, bagi suami-isteri, justifikasinya, malah akan meningkatkan keintiman dalam berhubungan. Maaf, itulah yang dinamakan mencari seribu alasan untuk mengikuti hawa napsu. Anda dapat menelaah bahwa tujuan pernikahan untuk menciptakan ketenangan batin antara lelaki bersama perempuan. Ketenangan itu, seperti yang Anda tahu merupakan anugerah yang Allah berikan kepada orang-orang yang Dia cintai. Kebahagiaan itu adalah nikmat yang Allah curahkan pada orang-orang yang benar-benar memelihara tubuh dan kesucian dirinya dari dosa dan maksiat.

Allah berfirman :

"(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir)." (QS. Ar-Ruum: 21).

Akankah kemudian hasrat yang tumbuh dari perilaku sepasang suami-isteri yang mengkonsumsi film porno adalah hasrat positif? Hasrat yang dibangun dari hasil menikmati sesuatu yang Allah sangat murkai.

Bagaimana jika perilaku pemanfaatan secara negatif kemajuan teknologi tersebut berekses terhadap pertumbuhan putra-putri yang lahir dari hasil menikmati fim porno.

Bukankah salah satu alasan, seorang muslim dan muslimah membangun biduk rumah tangga adalah agar tidak terjerumus dalam lembah perzinaan. Lalu, akan menjadi riskan, ketika justru setelah menikah, dengan berbagai justifikasi, kita malah melegalisasi pengkonsumsian film porno. Logika aneh.

Wallahu a’lam
[Segalanya Kita Kembalikan Pada Allah Swt]

Sabtu, 13 Desember 2014

HUKUM WANITA MENJADI IMAM SHOLAT

Fiqih Islam As-Syafi'iah

Soal!

Assalamualaikum.. wr.. wb..
Kepada guru kami Syaikhunnah Teuku Al Khalidy (Waled Muda Tanoh Gayo) yang diMuliakan Allah, saya ingin bertanya mengenai sholat berjamaah.

1. Bagaimana Hukumnya wanita menjadi imam bagi kaum perempuan, apakah di Haramkan atau ada pertimbangan yang lain?
2. Bagaimana Hukumnya wanita menjadi imam bagi kaum perempuan dan dimakmumi dengan kaum pria, apakah syah sholat tersebut atau ada pertimbangan yang lain?

Demikian yang dapat saya sampaikan kepada guru, mohon kiranya guru memberikan kami pensarahannya, karena saya masih awam dengan hal ini. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih kepada guru Teuku Al Khalidy. Semoga guru selalu diMuliakan Allah dan diberikan kesehatan.. Amiin.

Wassalamu'alaikum.. wr.. wb.
Amira Listyana Wati. Kebun Jeruk, Jakarta Pusat.

Jawaban!

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Alhamdulillah, terimakasih kepada Ukhty Amira Listyana Wati, atas do'a semoga Allah selalu memberikan kita Hidayah Nya. Amiin..

Baiklah Ukhty saya akan memberikan jawaban nya semampu saya, dan sesuai dengan dalil2 yang ada didalam Al Quran dan Hadits Nabi Saw..

1. Hukumnya adalah Mubah, boleh apabila wanita menjadi imam bagi kaum perempuan itu sendiri, hal ini seperti yang telah di sabda oleh Nabi kita Muhammad Saw :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ أُمَّ وَرَقَةَ أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا (رواه أبو داود والحاكم

Rasulullah memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam bagi penghuni rumahnya (HR. Abu Dawud dan al-Hakim).

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ أُمَّ وَرَقَةَ أَنْ تَؤُمَّ نِسَاءَ أَهْلَ دَارِهَا (رواه الدارقطني

Rasulullah memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam bagi kaum perempuan penghuni rumahnya (HR. Daraquthni)

Nah artinya, bila seorang wanita boleh (Mubah) menjadi imam sholat berjamaah bagi kaum wanita itu sendiri. Dan tidak dicampuri dengan kaum pria sebagai ma'mum nya bagi perempuan itu sendiri.

Disini ada sedikit catatan yang harus kita ingat, mengenai Mubah (Boleh) nya Wanita menjadi imam bagi kaum perempuan itu sendiri, ini seperti yang telah di Sabdakan Nabi Muhammad Saw :

أَفْضَلُ صَلَاةِ الْمَرْأَةِ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا (رواه البخاري

Rasulullah bersabda: “(Melaksanakan) salat yang paling baik bagi perempuan adalah di dalam kamar rumahnya” (HR. al-Bukhari)

Demikian dasar hukumnya apabila wanita menjadi imam bagi kaum perempuan itu sendiri..

2. Sedangkan jawaban yang ke 2 (dua) itu adalah, Tidak syah sholat tersebut apabila kaum lelaki menjadi ma'mum kaum wanita, dan dihukum kan akan hal itu menjadi Haram.

Hal ini sesuai dengan dalil yg ada pada Al Quran dan Hadits Nabi Saw :

Firman Allah SWT, antara lain:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)… (QS. al-Nisa [4]: 34).

Dan Hadits Nabi Saw :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَؤُمَّنَّ امْرَأَةٌ رَجُلًا (رواه ابن ماجة

Rasulullah bersabda: “Janganlah seorang perempuan menjadi imam bagi laki-laki” (HR. Ibnu Majah)

Ijma’ shahabat bahwa di kalangan mereka tidak pernah ada wanita yang menjadi imam shalat di mana di antara makmumnya adalah laki-laki. Para shahabat juga berijma’ bahwa wanita boleh menjadi imam shalat berjama’ah yang makmumnya hanya wanita, seperti yang dilakukan oleh A’isyah dan Ummu Salamah r.a. (Tuhfah al-Ahwazi li-al-Mubarakfuri).

Demikian dasar hukumnya apabila wanita menjadi imam bagi kaum lelaki, maka hukumnya HARAM dan tidak syah sholat tersebut.

Nah disini juga ada sedikit catatan mengenai cara sholat berjamaah. Seperti yang telah di Sabdakan Nabi Muhammad Saw :

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

Rasulullah bersabda: “Saf(barisan dalam salat berjamaah) terbaik untuk lakil-laki adalah saf pertama (depan) dan saf terburuk bagi mereka adalah saf terakhir (belakang); sedangkan saf terbaik untuk perempuan adalah saf terakhir (belakang) dan saf terburuk bagi mereka adalah saf pertama (depan)”

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: التَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ (رواه مسلم

Rasulullah bersabda: “(Cara makmum mengingatkan imam yang mengalami kekeliruan adalah dengan) membaca tasbih bagi makmum laki-laki dan bertepuk tangan bagi makmum perempuan” (HR. Muslim)

يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْمَرْأَة وَالْكَلْبُ ُ وَالْحِمَارُ (رواه مسلم

Rasulullah bersabda: “Salat dapat terganggu oleh perempuan, anjing dan himar” (HR. Muslim)

Qa’idah fiqh:

الأصل فى العبادات التوقيف والإتباع

“Hukum asal dalam masalah ibadah adalah tauqifdan ittiba’(mengikuti petunjuk dan contoh dari Nabi).”

Demikian lah Ukhty, semoga bermanfaat terutama bagi diri saya sendiri juga bagi kita semua agar tulisan singkat ini bisa  menjadi tambahan dalam pembendaharaan Ilmu kita terutama sekali yaitu ilmu Agama, dan satu yang harus kita ingat.

"JIKA KITA TAK INGIN TERSESAT MAKA BERTANYA LAH"

Dengan kita bertanya Insyaallah kita akan diberikan petunjuk untuk mendapatkan apa yang ingin kita gapai.

Terima Kasih ukhty atas ide kreatif nya, semoga Allah selalu memberikan kita Hidayah Nya.. amiin.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PERJALANAN HIDUP MANUSIA HINGGA AKHIR ZAMAN

«::: Mutiara Qalbu :::»

"PERJALANAN HIDUP"

Tidak semua orang tahu asal-usul hidupnya, bahkan juga tidak mengerti apa yang harus dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya. Kebanyakan, orang hidup hanya untuk bisa hidup, berusaha mati-matian untuk enak hidupnya sambil menunggu datangnya kematian.

Hidup yang sedemikian, tak ubahnya kehidupan binatang, bahkan lebih hina.

Kehidupan didunia sekarang ini, bukan permulaan, tetapi berangkat dari kehidupan di alam kandungan. Dalam alam kandungan ini manusia betul-betul tidak ingat bagaimana dan dari mana asalnya. Ini semua adalah kehendak, dan kekuasaan Allah SWT. Bahkan orang tua yang mengandungnya pun tidak bisa berbuat banyak hanya terserah pasrah kepada Allah. {Surat al-Insan ayat 2}.

Manusia mau mengakui atau tidak, bahwa wujud dan kejadiannya itu bukan kehendak dirinya, atau orang tuanya, tetapi kehendak Allah SWT. Itulah sebabnya manusia harus tahu penciptanya, dan mengikuti perintah apapun yang dikendaki-Nya.

Dunia yang kita tempati sekarang, dengan apa saja yang ada di dalamnya, disediakan oleh Allah buat manusia untuk dinikmati, digunakan sebaik mungkin. Tetapi hanya menikmati dunia bukan tujuan hipupnya yang dikehendaki Allah SWT.

Dunia adalah jembatan menuju Akhirat. Dunia adalah tempat ujian buat seseorang apakah taat patuh kepada tuhannya, atau melupakan tuhannya karena hanya sibuk mengikuti hawa nafsunya.

Karena sulitnya mencapai dunia, banyak orang yang terlena, tertipu dan terpesona sehingga hidupnya hanya untuk dan disibukkan oleh dunia. Akhirnya, banyak sekali yang menyesal di akhirat nanti, tetapi ibarat nasi sudah menjadi bubur, tidak bisa diulangi lagi.
{Surat al-An’aam ayat 27}.

Setelah kehidupan dunia berakhir, mau tidak mau harus siap memasuki alam akhirat. Untuk memasuki alam ini harus didahului oleh kematian (qiyamah shughro).

Dan harus menunggu di alam kubur (alam barzakh) sampai waktu Qiyamah kubro barulah seseorang memasuki alam Akhirah yang sebenarnya, setelah dibangkitkan dari kubur serta dihisab seadil-adilnya, akhirnya mendapatkan pembalasan dengan sorga atau neraka selama-lamanya.

Ringkasnya, perjalanan seseorang ditentukan oleh Allah SWT, dengan memasuki:
«·*·»™ : Alam kandungan, di sini tidak tahu apa-apa, + 9 bulan.

«·*·»™ : Alam dunia, di sini diuji oleh Allah SWT, bisa lebih pendek dari alam kandungan.

«·*·»™ : Alam kubur, didahului oleh mati, dan tetap menunggu sampai datang nya hari Qiyamah.

«·*·»™ : Alam Akhirat, diberi ganjaran sorga atau neraka setelah melalui proses hisab yang melelahkan. Di Akhirat hidup selama-lamanya.

Hanya Rasulullah yang memiliki telaga (haudhun) dan pertolongan (syafa’ah) di Akhirat atas izin Allah.

Semoga, di dunia berbahagia yang tidak terbujuk sehingga terlena, sedangkan di Akhirat kita mendapat sorga dan dijauhkan dari api neraka.

Amin Ya Allah Amiin

Selasa, 09 Desember 2014

KEHARAMAN ANJING DAN BABI

Mengenai KEHARAMAN ANJING DAN BABI MENURUT SYARA' (Pandangan Islam)

Soal!!

Assalamualaikum..wr..wb..!!!

Salam Santun saya kepada saudara Teuku Al Khalidy, saya ingin bertanya mengenai keharaman dan kenajisan dua ekor binatang yaitu, anjing dan babi..

Yang ingin saya pertanyakan, kenapa anjing dan babi itu najis dan di Haramkan, mohon pensarahannya Teuku, atas jawabannya saya ucapkan banyak ribuan terima kasih..

Adit prasetya : lebak bulus, jakarta selatan.

Jawab!!!

Wa'alaikum Salam.. Wr.. Wb..

Alhamdulillah.. Salam santun Kami kpd saudara #Adit_Prasetya.  Sebelumnya saya ucapankan banyak terimakasih atas ide pertanyaan saudara, bagi saya ini sangat menarik untuk dibahas, karena banyak dikalangan kita yang tidak mengerti dasar hukum kenajisan dan keharaman dua ekor binatang ini yaitu anjing dan babi.

Jadi Alasan yg konkrit mengenai keharaman babi dan anjing adalah berdasarkan beberapa ayat2 Al-Quran dan hadist Nabi serta ijtihad Ulama yaitu :

1. tentang haramnya babi berdasarkan firman ALLAH Swt ddlm surat Al-an'aam ayat 145 :
" Katakanlah, Tiadalah aku memperoleh dlm wahyu yg diwahyukan kpdku sesuatu yg diharamkan bagi orang yg hendak memakannya kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yg mengalir, atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor ataau binatang yg disembelih atas nama selain Allah.....".

Dan juga ddlm surat Al-maidah ayat 3 yaitu :
" Diharamkan bagimu memakan banngkai, darah, daging babi, hewan yg disembelih atas nama selain Allah....".

Dan juga surat Al-Baqarah ayat 173 yaitu :
" sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yg ketika disembelih disebut nama selain Allah..."

Dengan 3 ayat diatas maka sangat jelas kita yaqin seyaqin yaqinnya dgn beriman kpd isi kandungan 3 ayat diatas bhw Allah dengan jelas mengharamkan daging babi kpd kita sebagai hambanya.

Penyebutan daging babi didlm ayat adalah makanan haram yg dimaksud maka juzuk yg lain tumbuh ia bersama dagingnya sehingga Rasulullahpun menjelaskannya melalui Jabir bin Abdullah Beliau mendengar Nabi saw bersabda pd tahun penaklukan Makkah dan beliau waktu itu berada dimakkah :

" sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung2. lalu ada diantara mereka yg bertanya: wahai Rasulullah Apakah boleh menjual lemak bangkai karena ia dpt digunakan utk mengecat kapal, dan meminyaki kulit serta dipakai org utk bahan bakar lampu?? Maka Nabi saw menjwb: Tidak boleh, ia tetap haram, kemudian Rasulullah saw bersabda lagi: semoga Allah memusnahkan org yahudi, sungguh Allah telah mengharamkan minyaknya lalu mereka rubah bentuknya menjadi minyak kemudian menjualnya dan memakan hasil penjualannya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ulama berijtihad bhw seluruh anggota babi Haram dan Najis.

2. Adapun keharaman Anjing maka dalilnya Sabda Nabi saw dari Abi Hurairah RA bhw Rasulullah saw bersabda:
" Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian maka cucilah 7x ( HR. Bukhari dan Muslim ).

Dan diterima dari Abi hurairah pula sebuah hadist bhw Rasulullah Saw bersabda:
" Sucinya wadah kalian yg dimasuki mulut anjing adalah mencucinya 7x salah satunya dgn tanah (HR. Muslim dan Ahmad).

Dan ijtihad Ulama yg 3 (Abu hanifah, imam syafi'ie dan imam Ahmad bin Hambal). bukan air liur anjing saja yg najis dan haram tetapi seluruh tubuh anjing najis dan haram karena air liur itu berasal dari perut anjing maka seluruh anggota anjing haram dimakan dan najis. 

Demikianlah kita yakin dan beriman dgn ayat dan yaqin dgn hadist serta ijtihad ulama mengenai keharaman anjing dan babi. kemudian selain kedua binatang tersebut ada yg halal dan ada yg haram dalam ayat2 yg lain. mengenai makanan yg baik dan hewan yg halal dan haram.

Mudah2an apa yang telah kita jabarkan ini dapat membantu dan menambah kebendaharaan ilmu kita, sebelumnya saya pribadi meminta maaf jika ada kesalahan baik itu tutur kata saya yang mngkin tidak pas dihati saya mohon dimaafkan..

Karena yang salah itu hanyalah milik sayahamba yang fakir dan kebenaran itu adalah milik dan datangnya dari Allah.. akhiru kalam ...

Wassalamu'alaikum..wr..wb..!!!

Senin, 08 Desember 2014

BIOGRAFI ABON TANOH MIRAH

Abon Tanoh Mirah

Tgk. Haji Abdullah Hanafi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Abon Tanoh Mirah merupakan salah seorang ulama dayah terkenal di Aceh. Beliau yang terkenal di Aceh pada masanya sebagai seorang ulama sangat menguasai ilmu ushul fiqh, merupakan salah seorang murid dari Tgk. Syekh H. Muhammad Waly Al Khalidy atau yang lebih dikenal dengan Tgk. Mudawali.

Setelah sekian lama menetap belajar pada guru beliau, Tgk. Syekh H. Muhammad Waly Al Khalidy di Dayah Darussalam Labuhanhaji Aceh Selatan, beliau pulang ke kampung halaman mendirikan sebuah lembaga pendidikan Agama Islam yang bernama Dayah Darul Ulum.

Dayah ini didirikan pada tahun 1957 yaitu di Desa Tanoh Mirah Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen Aceh.

Pada masa jayanya, Dayah Darul Ulum pernah sangat terkenal sampai ke Malaysia dan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. ”Banyak santri-santri dari luar daerah yang belajar di sini dan setelah sukses membangun pesantren di daerahnya masing-masing.

Abu Tanoh Mirah meninggal pada tahun 1989 dalam usia 63 tahun dan meninggalkan delapan orang putra-putrinya.

Beliau merupakan ulama Aceh yang sangat teguh memegang al-qur'an dan hadits dengan mengikuti pemahaman Mazhab Syafi'i dalam bidang fiqh dan mengikuti Mazhab al-Asy'ari dalam bidang akidah.

Adapun kepepimpinan Pesantren Darul Ulum diteruskan oleh anak-anak beliau, terutama yang sangat berperan adalah anak kedua beliau yang juga diberi nama sama dengan nama gurunya yakni Muhammad Waly Al Khalidy yang dipanggil juga dengan Tgk. Mudawali.

Penulis sendiri pernah menimba ilmu pengetahuan agama/belajar kitab kuning pada salah seorang murid Abu Tanoh Mirah ini, yaitu Abu H Budiman BA, (Abu Takengon) disimpang balik, kabupaten Bener Meriah/Aceh Tengah (mudah-mudahan beliau ini selalu dalam lindungan Allah SWT).

Guru kami ini sering bercerita kepada kami mengenai kelebihan-kelebihan dan ketekunan Abon Tanoh Mirah dalam memperjuangkan akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah. Di bumi Aceh Serambi Mekah ini.

Dan juga menceritakan kisah beliau semasa masih menimba Ilmu didayah Abon Tanoh Mirah, susah senang dilalui beliau demi menyambung perjuangan Sang Guru Abon Tanoh Mirah yang berakidahkan Ahlussunnah Wal Jama'ah.

Kemudian Abon Takengon setelah sekian lama mengabdi didayah Abon Tanoh Mirah, dan akhirnya mendapatkan izin dari Sang Guru untuk mendirikan sebuah balai pengajian.

Dan akhirnya Abon Takengon mendirikan sebuah balai pengajian dengan nama Dayah Ahlussunnah Wal Jama'ah, demikianlah riwayat singkat ini penulis jabarkan..

Semoga ada manfaatnya terutama bagi penulis sendiri, lebih dan kurang penulis mohon dimaafkan.. Akhiru kalam!!

Wassalamu'alaikum..wr..wb
Teuku AlKhalidy

SEJARAH SINGKAT SAHABAT NABI MUHAMMAD SAW

Keberanian Abu Bakar ra. Membela Nabi

Tentang keberanian Abu Bakar ra. dalam membela Rasulullah saw.:
Diceritakan oleh Anas bin Malik ra, ketika Rasulullah saw. sedang shalat, Uqba bin Muayt datang menghampiri Rasulullah saw. dengan sebuah tali. Pada saat itu Rasulullah saw. sedang bersujud. Dengan sigap Uqba melempar talinya melingkari leher Rasulullah saw. dan mencekiknya hingga Rasulullah saw. merintih “aaaakkkhhhh” karena kesakitan.

Kejadian ini disaksikan para sahabat dan orang-orang Quraisy yang ada disana. Beruntunglah Abu Bakar ra. lewat. Ketika dia melihat Uqba bin Abi Muayt mencekik Rasulullah saw., dia berlari dan mendorong Uqba bin Abi Muayt untuk menyelamatkan Rasulullah saw. Kemudian Abu Bakar membacakan ayat: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Tuhanku ialah Allah” (Q.S. Al-Mu’min:40).

Abu Bakar berkata "Apakah alasan kau membunuhnya hanya karena dia berkata Aku beriman pada Allah yang satu? Dan dia tidak hanya mengaku-ngaku, tapi dia juga punya banyak buktinya. Jika dia berbohong, maka hidupnya akan runtuh. Kau tidak perlu mengurusnya. Tapi jika dia bicara jujur dan dia benar-benar Rasul Allah, apapun yang dijanjikan kepadamu, akan datang padamu."

Pada suatu hari, Ali ra. sedang memberikan ceramah, dan dia berkata kepada para hadirin “Siapa orang yang paling kuat?” Orang-orang berkata “Engkau adalah yang paling kuat.” Mereka berpikir begitu karena Ali ra. selalu siap untuk bertarung melawan umat Muslim. Dia-lah pahlawan pada perang Khaybar. Bayangkanlah, Ali ra pernah menggunakan pintu kastil sebagai tameng pada perang Khaybar! Bayangkan betapa kuatnya dia. Jadi orang-orang mengatakan bahwa Ali R.A. adalah orang yang paling kuat.

Ali ra. berkata “Aku siap bertarung dengan orang-orang yang menantangku, Meskipun begitu, Abu Bakar ra. akan melawan siapapun yang menantang Rasulullah saw. Dia lebih kuat daripada aku.”

Abu Bakar adalah orang yang paling berani dalam umat ini setelah Rasulullah saw. Seseorang dapat melihat kekuatan hatinya pada perang Badar, Uhud, Parit, Hudaibiyah, dan Hunain. Semua ini cukup untuk membuktikan ketabahan, keteguhannya, dan menguatkan seluruh umat Islam ketika tragedi terbesar menimpa umat Islam, yaitu wafatnya Rasulullah saw.

Minggu, 07 Desember 2014

SEJARAH SINGKAT SAHABAT NABI MUHAMMAD SAW

Dakwah Abu Bakar ra.

Dakwah Abu Bakar
Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar ra. masuk Islam setelah diajak oleh Rasulullah saw. Abu Bakar ra. kemudian mendakwahkan ajaran Islam dan mengajak masuk tokoh-tokoh penting dalam Islam, yaitu
Utsman bin Affan ra. (Khalifah ke-3)
Thalhah bin Ubaidillah ra.
Zubair bin Awwam ra. (Penakluk Mesir)
Saad bin Abi Waqas ra. (Penakluk Persia)
Abdur Rahman bin Auf ra.
Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra.
Abdullah bin Abdul Asad / Abu Salama
Khalid bin Sa`id
Abu Hudzaifah bin al-Mughirah
Istrinya Qutaylah binti Abdul Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar ra. menceraikannya. Istrinya yang lain, Um Ruman menjadi Muslimah juga semua anaknya kecuali 'Abdur Rahman bin Abu Bakar, sehingga ia dan 'Abdur Rahman berpisah.

Penyiksaan Abu Bakar
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar ra. membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.

Abu Bakar ra. membayar 40.000 dinar untuk membebaskan 8 budak yang terdiri dari (empat laki-laki dan empat perempuan) dan kemudian membebaskan mereka. Sebagian besar budak dibebaskan oleh Abu Bakar merupakan perempuan atau laki-laki tua dan lemah. Berikut nama-nama budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar:
Bilal bin ribah ra.
Abu Fakih
Ammar bin Yasir
Abu Fuhayra
Lubaynah
Al-Nahdiah
Umm Ubays
Haritsah binti al-Muammil

Kamis, 04 Desember 2014

SEJARAH SINGKAT SAHABAT NABI SAW

Sekilas Abu Bakar ra.

Abu Bakar ra.
Nama aslinya: Abdullah bin Utsman at-Taimi
Lahir: 572M
Wafat: 23 Agustus 634M / 21 Jumadil Akhir 13 H
Periode Khalifah: 632M - 634M
Abu Bakar merupakan orang pertama di luar keluarga Rasulullah saw yang memeluk Islam (Assabiqunal Awwalun).

Nama lengkap Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai bin Ghalib bin Fihr al Quraisy, yang merupakan bani Taim.

Silsilah Abu Bakar dan Nabi Muhammad saw masih 1 (satu) keluarga bertemu pada tingkat ke delapan nenek moyang mereka Murrah bin Ka'b. Silsilah Abu Bakar adalah: Abu Bakar; anak Utsman Abu Quhafa; anak Amar; anak Umru; anak Kaab; anak Saad; anak Taim; anak Murrah.

Silsilah Nabi Muhammad saw: Nabi Muhammad saw; anak Abd Allah ibn Abd al Muttalib; anak Abdul Muthalib; anak Hasyim bin Abdu Manaf; anak Abdu Manaf bin Qushay; anak Qushay bin Kilab; anak Kilab bin Murrah; anak Murrah.

Pada hari-hari ketidaktahuan, sebelum Islam, Ka'bah bertempat berhala 360 dewa dan dewi. Kaum Quraisy Mekkah dan 'suku-suku Arab lainnya menyembah para dewa dan dewi. Ketika Abu Bakar ra lahir, ibunya membawanya ke Ka'bah untuk berdoa agar Abu Bakar diberikan hidupnya yang panjang. Dia menamainya 'Abdul Ka'bah berarti hamba Ka'bah. Ibu Abu Bakar memberikan nama tersebut untuk menyenangkan para dewa dari Ka'bah. (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi Muhammad saw menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi Muhammad saw memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar ra. membenarkan peristiwa Isra Miraj yang diceritakan oleh Nabi Muhammad saw kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".

Nama Abu Bakar memiliki arti bapak unta, hal ini karena keahliannya menunggang unta. Julukannya menjadi sangat populer sehingga nama aslinya benar-benar lupa. Pada masa muda, Abu Bakar merupakan orang pedagang dan dia bepergian secara luas di tanah Arab dan tanah tetangga di Timur Tengah, di mana ia memperoleh kekayaan dan pengalaman.

Ketika Rasulullah saw menikah dengan Khadijah binti Khuwailid al-Asadiyah, ia pindah dan hidup bersama Abu Bakar ra., saat itu Rasulullah saw menjadi tetangga Abu Bakar ra. Sama seperti rumah Khadijah, rumahnya juga bertingkat dua dan mewah. Sejak saat itu mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama, pedagang dan ahli berdagang.

Abu Bakar menjabat sebagai penasihat terpercaya dan ayah mertuanya untuk Muhammad. Selama masa Muhammad, dia terlibat dalam beberapa mobilisasi dan ekspedisi seperti
Perang Uhud
Pertempuran Parit
Invasi Banu Qurayza
Pertempuran Khaibar
Penaklukan Mekah
Pertempuran Hunayn
Pengepungan Ta 'jika
Pertempuran Tabuk
Abu Bakar telah memberikan semua kekayaannya untuk persiapan perang dan ekspedisi tersebut, ia juga berpartisipasi dalam Perjanjian Hudaybiyah dan menjadi salah satu saksi atas perjanjian tersebut.

Abu Bakar ra. dilahirkan di kota Mekkah dari keturunan Bani Tamim (Attamimi), sub-suku bangsa Quraisy. Beberapa sejarawan Islam mencatat ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi.

Pada awal tahun 623M, putri Abu Bakar Aisyah rha. menikah dengan Nabi Muhammad saw, memperkuat ikatan antara dua orang. Abu Bakar ra. ayah mertua, karena Aisyah rha menjadi istri Nabi Muhammad saw.

Setelah Rasulullah saw wafat, Abu Bakar ra. menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 sampai tahun 634 M, Ia adalah satu diantara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau Khalifah yang Diberi Petunjuk.

Bersambung....